Untuk mendorong kontribusi Iptek dalam pembangunan nasional, Kemenristekdikti pada tahun ini menyusun Rencana Induk Riset Nasional (RIRN). Rencana Induk tersebut akan memandu seluruh program dan aktivitas riset di dalam negeri agar membawa peran yang signifikan dan terukur dalam pembangunan nasional hingga tahun 2045. Bila menggunakan indikator Multi Factor Productivity (MFP) yang mengukur seberapa dominan Iptek mewarnai pembangunan nasional, Indonesia saat ini masih berada di angka 16,7 persen yang menunjukkan bahwa masih banyak aspek pembangunan yang belum mendapatkan nilai tambah teknologi. Apabila RIRN konsisten diimplementasikan, pada tahun 2045, MFP Indonesia diprediksi bisa mencapai angka 70 persen.
Hal tersebut diungkapkan Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Muhammad Dimyati di hadapan ratusan mahasiswa Indonesia pada acara puncak Tokyo Tech Indonesian Commitment Award (TICA) 2016 yang digelar di kampus Ookayama, Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Sabtu, 1 Oktober 2016. Dimyati mengapresiasi mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam PPI Tokodai yang selama 6 tahun konsisten menyelenggarakan kegiatan ilmiah ini.
“Saya sangat mengapresiasi seluruh panitia dan mahasiswa Indonesia di Tokodai yg senantiasa menjadikan riset sebagai nafas dari aktivitas kalian di kampus ini,” ujar Dimyati.
TICA 2016 yang tahun ini mengangkat tema “Sustainable Development in Indonesia” adalah kompetisi paper yang rutin diadakan setiap tahun untuk meningkatkan minat riset pada mahasiswa S1 tingkat akhir atau yang baru saja lulus. Sebanyak 326 paper masuk ke meja panitia tahun ini dan yang terbaik diundang langsung ke Tokyo untuk menerima penghargaan. Pemenang tahun ini untuk Cluster Science & Engineering adalah Fadhli Dzil Ikram dari Institut Teknologi Bandung; untuk _Cluster Management & Social, Sultan Kurnia AB dari Universitas Gadjah Mada; dan untuk Cluster Creativity Enhancement dimenangkan oleh Bintang Alfian Nur Rachman, mahasiswa Institut Teknologi Bandung.
Mengakhiri sambutannya, Dimyati menegaskan bahwa pemerintah saat ini sedang berupaya keras menciptakan iklim riset yang kondusif. Berbagai upaya dilakukan seperti memudahkan laporan pertanggungjawaban penelitian yang berbasis output melalui PMK 106 Tahun 2016 dan upaya revisi Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa yang memungkinkan penelitian dilakukan secara Multi Years, serta mendorong penyelesaian UU Paten.
“Kesemua upaya tersebut merupakan bagian dari reformasi regulasi untuk menciptakan kondusifitas riset di dalam negeri,” tegas Dimyati. (MWR)