Puncak rangkaian acara peringatan Ulang Tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) sejak tahun 2001 diisi oleh dua agenda penting, yaitu Penganugerahan Penghargaan Sarwono Prawirohardjo dan Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture. Kedua kegiatan tersebut merupakan bentuk penghormatan atas jasa-jasa Prof.Dr.Sarwono Prawirohardjo (almarhum) sebagai Bapak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sekaligus Ketua pertama LIPI.
Hal tersebut disampaikan Kepala LIPI, Lukman Hakim pada acara Penganugerahan Penghargaan Sarwono Prawirohardjo IX dan Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture X di Widya Graha LIPI pada Senin, 23 Agustus 2010.
Menurut Lukman Hakim, penghargaan Sarwono Prawirohardjo yang juga populer dengan nama Sarwono Award tersebut adalah wujud perhatian LIPI sebagai lembaga keilmuan terbesar dan tertua di tanah air, terhadap prestasi ilmiah dan serta dedikasi yang telah dicapai oleh pada Ilmuwan Indonesia baik pada pentas nasional maupun internasional. “Kepada Ilmuwan seperti itulah dipandang pantas untuk diberikan penghargaan ilmiah tertinggi oleh Lembaga ini yaitu Penghargaan Sarwono Prawirohardjo”, Ujar Lukman Hakim.
Pada Ulang Tahun yang ke-43 ini, LIPI menganugerahkan Penghargaan Sarwono Prawirohardjo kepada Prof.Dr.Umar Anggara Jenie dan Dr. BRAy Mooryati Soedibyo. Prof. Umar Anggara Jenie adalah seorang Guru Besar Kimia Medisinal Organik di Universitas Gadjah Mada yang banyak berperan dalam mengembangkan kehidupan berilmu pengetahuan di Indonesia di bidang etika ilmiah, mendorong riset strategis, serta meningkatkan status pembinaan profesionalitas fungsional peneliti di tingkat nasional. Sedangkan Dr. BRAy Mooryati Soedibyo adalah sosok herbalis yang menduniakan Indonesia lewat jamu dan kosmetika asli buatan datu-datu nusantara. “Keduanya memberi kontribusi dan prestasi luar biasa pada bidangnya yang bermanfaat dalam pengembangan iptek, kebudayaan, kemanusiaan serta konsisten dalam forum kegiatan ilmiah dan profesi” Ujar Lukman Hakim.
Adapun Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture untuk tahun ini disajikan oleh Kuswata Kartawinata, PhD., seorang biolog terkemuka yang membawakan orasi berjudul “Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem di Indonesia”. Dalam oransinya, Kuswata mengungkapkan bahwa taksonomi sebagai ilmu yang mempelajari kekayaan flora dan ekosistem dapat dimanfaatkan sebagai landasan membuat prediksi. “Pola alami yang direfleksikan dalam taksonomi memungkiknan ilmuwan untuk meramalkan sifat-sifat organismen yang belum teramati”, jelas Kuswata.
Kuswata juga menuturkan bahwa tumbuhan, terutama sifat-sifat farmakognosinya, menyajikan nilai indikator bagi keanekaragaman hayati dan ekosistem. Namun, ketidakmampuan kita meramal tumbuhan mana yang dapat menyediakan senyawa kimia yang bermanfaat memaksa kita untuk melestarikan keanekaragaman hayati secara maksimum, “Oleh karena itu, strategi konservasi jangan terfokus kepada produk sekarang, tetapi hendaknya menerapkan perspektif luas yang melingkup semua spesies yang mungkin memiliki nilai pemanfaatan besar”, ujar Kuswata.
Karena perusakan habitat dan eksploitasi spesies yang berlebihan, Kuswata menandaskan bahwa Indonesia memiliki daftar spesies terancam punah terpanjang di Indonesia. Untuk itu, Kuswata menegaskan bahwa eskplorasi ekosistem hutan di masa depan sebaiknya dapat mengintegrasikan taksonomim etnobotani, ekologi dan farmakognosi. ”Pendekatan terpadu itu saya namakan pendekatan ekotaksofarmakognosi yang berdasarkan penelaahan dalam petak cuplikan vegetasi” tegas Kuswata di akhir orasinya. (munawir)