Perkembangan jaringan backbone broadband yang pesat mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah untuk dijadikan bagian infrasktruktur dasar untuk memacu perekonomian Indonesia. Perhatian tersebut diwujudkan dengan memasukkan rencana pembangunan broadband ke dalam 0Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2011. Dari total 500 trilliun anggaran pembangunan infrakstruktur untuk lima tahun ke depan, beberapa persen akan disisihkan untuk merealisasikan jaringan backbone broadband tersebut.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur & Pengembangan Wilayah, Menko Perekonomian, Luky Eko Wuryanto saat membuka Round Table Discussion Broadband Economy Indonesia, di Hotel Borobudur pada Selasa, 24 Agustus 2010. Pertemuan tersebut digelar Kantor Menko perekonomian untuk mendiskusikan berbagai aspek terkait pembangunan jaringan backbone broadband di Indonesia mulai dari regulasi, teknologi, aplikasi hingga aspek pendanaan.
Broadband merupakan sebuah istilah dalam internet yang merupakan koneksi internet transmisi data kecepatan tinggi. Teknologi broadband tersebut mampu mentransfer 512 kilobytes per second (Kbps) atau lebih, sekira 10 kali lebih cepat dari modem dial-up yang hanya mampu menghantarkan data dengan kecepatan di kisaran 30-50 Kbps. Saat ini, jaringan akses broadband kabel Indonesia dimanfaatkan oleh 1,4 juta pelanggan, sementara jaringan akses broadband nirkabel dipakai kurang lebih 11 juta pelanggan. Survei McKinsey pada 2009 menyimpulkan setiap terjadi pertumbuhan penetrasi broadband sebesar 10% akan mendorong pertumbuhan GDP sebesar 0,6-0,7 persen. Selain itu, backbone broadband memberikan efisiensi bagi sektor-sektor yang termasuk sendi perekonomian, seperti listrik, kesehatan, transportasi, dan pendidikan sebesar 0,5 hingga 1,5 persen.
Menurut Luky, pembangunan infrastuktur jaringan broadband tersebut ke depan akan semakin ditingkatkan. “Broadband dan digitasi adalah solusi yang tepat bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Broadband adalah sebuah keniscayaan dan tidak dapat dihindari lagi”, ujar Luky.
Sementara itu, Staf Ahli Menristek bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, Engkos Koswara yang hadir dalam diskusi tersebut menyampaikan bahwa Kementerian Ristek sejak tahun 2008 telah melakukan serangkain uji coba Broadband Wireless Access nomadik dan mobile di kawasan Puspiptek Serpong. Engkos mengajak pula pihak-pihak terkait untuk bersama-sama memanfaatkan Kawasan Puspiptek Serpong sebagai laboratorium uji coba teknologi broadband tersebut.
Di akhir pembicaraannya, Engkos berharap pemerintah dapat memberikan akses yang luas kepada industri dalam negeri untuk membangun teknologi broadband tersebut. Engkos meyakini bahwa Industri dalam negeri tidak kalah bersaing dengan industri luar dalam teknologi broadband. Engkos memberi contoh PT. Xirka, perusahaan lokal yang bergerak dalam bidang pengembangan chipset BWA. “Dalam pengembangan teknologi broadband, kita jangan hanya berperan sebagai user, kita harus menjadi player”, tegas Engkos.
Diskusi tentang broadband tersebut dihadiri oleh sejumlah stakeholder teknologi Komunikasi dan Informasi yang berasal dari Kementerian, LPNK, Perguruan Tinggi, Operator Provider, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, dan Masyarakat Telematika Indonesia. Tindak lanjut dari hasil pertemuan ini akan dilanjutkan dengan membentuk beberapa tim kecil yang akan lebih fokus membahas beberapa isue yang berkembang seperti persoalan TKDN, teknologi, regulasi dan isu terkait lainnya. (munawir)